PR KARANGASEM - Tragedi Kanjuruhan menjadi suatu tragedi yang memilukan bagi persepakbolaan Indonesia, serta memakan korban jiwa hingga ratusan orang pada Sabtu, 1 Oktober 2022, dalam laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Pasalnya, Para suporter yang tidak terima dengan hasil laga pertandingan tersebut masuk ke lapangan sampai memenuhi lapangan dan berakhir ricuh.
Kemudian, pihak dari kepolisian akhirnya menembakan gas air mata untuk meredam aksi kericuhan.Namun, beberapa gas air mata ditembakan ke arah tribun justru menuai kepanikan para suporter lain.
Baca Juga: Mahfud MD Tegaskan Kejadian Dikanjuruhan Bukan Bentrok Antar Supporter
Banyak korban jiwa jatuh karena terinjak-injak oleh supporter lain yang panik.Akibatnya kerusuhan tersebut meluas, dan korban sudah mecapai angka 174 orang meninggal dunia dan lainya luka-luka.
"Terjadi penumpukan di dalam, proses penumpukan itulah terjadi sesak napas kekurangan oksigen," ujar Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta, kepada wartawan di Polres Malang.
Kejadian tersebut menuai tanda tanya mengenai penggunaan gas air mata didalam stadion.
Baca Juga: Update Korban Tragedi Kanjuruhan bertambah menjadi 130 orang
Dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations, penggunaan gas air mata sebenarnya dilarang. Pada pasal 19 b) tertulis, 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used' atau bisa diartikan 'senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.
Artikel Rekomendasi